Jumat, 18 Mei 2012

Wati nurfaidah


      Tengah malam pas jam 12 malam. Sebuah cahaya muncul di samping Wati nurfaidah yg sedang terlelap tidur. Cahaya itu semakin benderang dan membentuk seorang kakek tua. Kakek itu lalu mengulurkan tanganya di atas Wati. Wati pun di membawah kakek tersebut pergi mengilang.
      Sebuah tempat dekat sebuah danau. Wati lalu terbuka matanya, ia seketika terkejut. Bukannya, ia sedang tidur di rumah!
  "Wati!"
  "Kakek siapa?" Wati melihat kanan kirih, ia binggung ada di mana ini.
  "Aku Ramahdi. Kakek buyutmu!
   "Kakek? Beliau kan suda meninggal puluhan tahun lalu. Tak mungkin kakek masih hidup," Wati mengingat.
"Aku memang kakekmu. Aku muncul di hadapan mu dengan tujuan memberi sesuatu pada mu. Ilmu ini akan ku berikan padamu. Dan ada satu tugas untuk mu. Gerbang siluman telah terbuka. Sesegera mungki tutuplah gerbang itu. Nanti pada waktunya, akan ada beberapa orang yg akan membantumu!"
     Wati masih tak mengerti. "Apa maksut kakek?"
     Kakek tua itu pun mengarakan tangannya ke arah Wati. "Setela menerima ini kau kan mengerti semua. Sekarang bersiaplah!"
    Wati masih bingung apa maksut kakek itu. Wati tak begitu siap. Sebuah cahaya putih pun keluar dari tangan kakek tersebut. Cahaya itu kemudian merambat masuk ke dalam tubuh Wati. Seketika Wati seperti tersengat. Wati pingsan.
     Pagi suda menjelang. Kembali ke kamar kesayangan Wati. Wati terbangun kepalanya agak pusing, ia sekelebat mengingat segala yg terjadi semalam. Wati pun melihat2 dirinya.
  "Sepertinya itu cuma mimpi?"
  "Wat bangun sekolah," suara dari ibunya.
  "Iya...," Wati pun lalu menuju kamar mandi. Selesai mandi ia kembali ke kamarnya.
Setengah jam telah berlalu. Rutinitas suda terlaksana. Di meja makan, ia makan seperti biasa.
  "Suda, buk Wati brangkat," pamitnya.
  "Hati2 ya!" Wati dengan sedikit lari, ia keluar brangkat sekolah.
  "E suda selesai."
  "Suda pak!" Wati berhenti dan salim pada ayahnya.
  "Hati2 di jalan. Di ujung jalan sana licin. Hati2 jangan lewat situ!"
  "Iya pak..."
       Wati masih tetap sedikit berlari. Jam suda siang, ia takut telat. Di dekat ujung jalan Wati pun terpeleset jatu. Kakinya terbentur batu dan berdara.
      Wati segera bangkit, ia suda telat. Wati hanya membiarkan lukanya itu begitu saja. Sebuah angkot pun datang. Wati langsung masuk. Selama di dalam angkot wati tak mengiraukan lukanya itu. Ia fokus pada jalan dan memperhatikan buku ulanganya.
      Seminggu lagi akan ada ulangan umum spesial untuk seluru anak kelas dua. Dan nilai dari ulang itu akan di masukan pada pada rapot nilai ujian akhir kelas 2.
      Angkot pun sampai di sekolah. Wati turun. Di pintu gerbang sekolah Wati di sambut sohibnya Nima.
  "Hai pagi."
  "Pagi! Aduh kakiku sakit," Wati hanya merasa.
  "Kenapa?" Nima tanya.
  "Tadi jatu...," Wati pun melihat tumitnya tidak ada luka mau pun dara. Bukanya berangkat tadi, tumitnya tergores berdara.
  "Mungkin itu cuma persaan mu kali," di jawab Nima biasa ajah.
  "Sudalah ayo masuk."
   Bel sebentar lagi berdentang. Ke duanya pun berlari masuk ke kelas..




T

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More