Selasa, 15 Mei 2012

Prolog Kristal pelangi



       kabar berita tela tersebar. Sebuah kelompok bernama Zargoz, baru2 ini tela mengimpasi beberapa pemerintahan dan kerajaan di dunia. Kekuatan militer Zargoz bisa di bilang hebat. Dengan waktu tak terlalu lama, Zargoz suda berhasil menguasai sepertiga dunia.

      Desa Manimo. Sore itu.
      Anak kecil itu bernama Dazta, ia adalah anak yatim yg di besarkan oleh pamannya, Sinatra. Ibunya masih hidup, tapi dia tak di ketahui kemana keberadaanya. Dazta, di sekolah, ia di kenal sebagai anak bandel dan suka menjahilin temannya, terutama anak2 perempuan. Usianya baru 10th. Ia memiliki dua orang sahabat. Zsan dan Ginta.
      Zsan! Ia seorang anak berkacamata. Zsan suka sekali dengan ilmu pengetahuan dan sejara. Ginta! Berbadan gemuk, ia setia kawan, suka makan. Dan tak pelit berbagi.
      Siang itu. Di atas jembatan manimo, sebuah jembatan yg berada di atas sungai Chian desa Manimo. Dazta baru saja menjailin karin, tetangganya dan juga teman sekelasnya itu.
 
      Di jembatan manimo itu. Karin terus mengejarnya.
  "Azta! Kembaliin...."
  "Kalau bisa kejar aku, wek..."
  "Azta...."
  "Wek... ha ha...," Dazta senang sekali.
      Sambil tertawa riang, Dazta pun terus berlari sambil melambai2kan sapu tangan kesayangan Karin itu.
      Di ujung jembatan. Dazta bertabrakan dengan seorang anak seusianya. Anak itu tak bergeming, ia kuku berdiri. Sedangkan Dazta sebaliknya, terpental jatuh.
  "Adu!" rintinya. Dazta pun lalu berdiri. "Hei minggir."
      Dari belakangnya, Karin datang dan langsung nendang kaki Dazta. Dazta pun mengerut kesakitan. Sapu tangan itu pun di rebutnya kembali.
  "Rasain! Wek..." Karin pun berlari pergi dari jembatan.
  "Siapa kau?" tanya Dazta pada orang yg baru di tabraknya itu.
  "Apa urusan mu?" setela berkata? Ia pun berlalu.
  "Hei tunggu...," Dazta mengejarnya.
  "Dazta..." triak Zsan. Dazta pun berhenti, menunggu.
       Sepeda yg di naiki Zsan itu pun berhenti pas di samping Dazta.
  "Dazta, ada sesuatu?"
  "Apa?"
  "Ikut aku!"
  "Tunggu!" Dazta pun menole ke anak itu. Anak itu pun suda tak ada di depannya. Dazta melihat ke kanan kirih, anak2 itu benar2 menghilang, tak tau kemana.
Zsan dan Dazta pun pergi ke bukit Kalam. Yg berada di selatan desa. Mereka berdua ke bukit itu dengan mengendarai sepedanya Zsan.
     Sampai di bukit. Zsan dan Dazta pun menyuri semak2 di bawah bukit itu. Sesaat setela penyusuran itu. Ke duanya pun sampai di suatu gua. Siang tadi, Zsan menemukan gua alam itu.
  "Gua!" ujar Dazta.
  "Aku menemukanya siang tadi."
  "Kau suda masuk?"
  "Belum! Tapi, sudalah. Ayo," Zsan pun langsung masuk, ia ingin tau apa yg ada di dalam.
  "Zsan! Tunggu...," Dazta pun ikut masuk mengikuti Zsan.
      Setelah beberapa saat menyusuri gua itu, tidak ada apa pun di dalamnya. Hanya batu2 gua. Zsan merasa kecewa, tapi ia ingin di gua itu sebentar. Sedangkan Dazta keluar pulang.
     Pagi menjelang, mentari menyapa udara pagi ini. SD Manimo di pagi ini. Di kelas 5.
  "Anak2, perkenalkan ini teman baru kita. Nama Ardez."
      Ardez pun hanya menganguk ke depan.
  "Selamat pagi anak2," sapa Bu Yumi sesaat setela masuk kelas.
  "Selamat pagi! Bu...," serentak para siswa.
      Bu Yumi pun keluar sebentar. Bu Yumi lalu masuk kembali bersama seorang siswa baru.
  "Anak2! Perkenalkan, ini teman baru kalian. Namanya Ardez!"
      Ardez hanya mengangguk. Dan ia sama sekali tak tersenyum.
  "Dia! Kebetulan, akan ku balas yg kemarin itu," bisik Dazta sambil mengepal2 tangannya.
  "Ardez, sekarang kamu duduk di...," Bu Yumi pun menunjuk ke satu bangku. "Ginta!"
  Anak kecil bermuka dingin itu pun menuju ke calon tempat duduknya.
  "Hai! Aku Ginta, kau mau?" Ginta menwarkan permen lollipop pada Ardez teman baru sebangkunya.
  "Diam! Berisik," ujarnya.
  "Kau yg kemarin itu!" tunjuk Dazta.
  "Mau apa kau?"
  "Aku...?"
  "Dazta, maju ke depan. Harus papannya," printah Bu Yumi.
  "Awas kau nanti," Dazta pun beranjak ke depan, melakukan apa yg di printah bu Yumi.
  "Hai! Aku Zsan. Kau! Kau anak jadi keluarga...?"
  "Diam! Berisik," sentak Ardez.
      Setelah papan tulis selesai di bereskan. Ulangan pun di mulai.

Pulang sekolah.
 
    Zsan terburu, ia mengendarai sepeda dan langsung pulang. Di pintu gerbang sekolah itu. Dazta menunggu seseorang.
  "Daz, pulang yuk," pinta Ginta.
  "Sini!" Dazta pun merebut lolipop yg akan di kecup Ginta. "Tunggu sebentar!"
  "Dia suda pulang! Zsan, katanya, ia mau cari sesuatu!"
  "Bukan dia. Ardez!"
  "Ardez?" Ginta pun membuka bungkus keripik kentang yg baru di belinya. "Daz, kau mau."
      Dazta tak mengubris. Ia terus mengecup2 lolipopnya. Tak lama, Ardez pun muncul.
  "Itu dia! Awas kau."
      Ardez tak peduli, ia berlalu begitu saja di depan Dazta. Ekpresinya masih sama, tetap dingin.
  "Hei tunggu?"
      Ardez berhenti. "Mau apa kau."
  "Ini masalah kemarin."
  "Ardez, mau?" selah Ginta menawarkan.
  "Apa maumu?"
     Tanpa basa basi. Dazta pun langsung memegang kerah baju Ardez. "Ini untuk kemarin," Dazta pun menarik Ardez. Ardes tak bergeming oleh tarikan Dazta. Ardez pun balik memegang kerah baju Dazta dan menariknya. Dazta pun terjungkal.
  "Payah," Ardez pun pergi meninggalkannya.
  "Sial..., akan ku hajar dia nanti."
  "Daz! Pulang yuk, sepertinya Ardez itu lebih kuat darimu. De!"
  "Ginta...!" Dazta mengeram.
     Ginta pun berlari pergi. Di belakangnya Dazta mengikuti.
 

    Seminggu pun berlalu.
    Sore itu. Di tanah lapang desa. Dazta sibuk bermain bola bersama beberapa temannya. Di pinggir lapangan, Karin bersama anak2 perempuan lainnya, bermain merangkai bunga. Ginta ada di antaranya.
     Bola yg di tendang Dazta tiba2 terlempar keluar dan menabrak kepala Karin.
  "Azta...," teriaknya. Karin pun menangis.
  "Maaf?" teriak Dazta.
  "Dazta...," Zsan memanggil. Ia selama beberapa hari ini meneliti gua itu. Zsan ingin tau sejara gua itu. Siapa tau ia menemukan sesuatu di gua itu.
    Zsan pun berlari menghampiri Dazta di tengah lapangan.
  "Daz! Ini. Aku menemukanya di gua itu," Zsan pun memberikan kristal bercorak pelangi itu pada  sahabatnya.
  "Harta karun! Zsan, kau kaya...," teriaknya.
      Zsan senang sekali. Langit tiba2 gelap di penuhi beberapa pesawat anti gravitasi. Dari bawah pesawat itu, mencuat sinar hijau. Dari sinar hijau itu, sesosok makluk turun, makluk itu jelas manusia?!
      Orang2 itu berseragam militer berwarna serba hitam. Dan bersenjata senapan lengkap. Setela turun ke bumi. Orang2 tersebut langsung menyerang dan menembaki penduduk.
     Di lapangan desa itu. Anak2 kecil yg sedang bermain, semuanya berhamburan meninggalkan lapangan.
  "Zsan, Ginta...," panggil Dazta.
     Ginta, Zsan dan Dazta pun berlari bersama memasuki desa. Sampai di desa, Ginta terpisa tanpa di sadari Dazta dan Zsan.
  "Ginta Mana?" cari Zsan.
     Dazta bingung. Kemana si gendut itu. "Aku tidak tau, kita kemana...?"
  "Dazta, Zsan!" panggil Sinatra pamannya Dazta tiba. Tak lama setela itu ayah dan ibunya Zsan pun datang.
  "Paman!"
  "Ayah! Ibu."
  "Kalian tak apa2," tanya Sinatra. Zsan menggelengkan kepalanya, tak apa2.
  "Ginta!"
  "Dia bersama kakaknya," sahut ibunya Zsan.
  "Sebaiknya kita pergi dari sini. Di sini bahaya! Para Zargoz itu akan membunuh siapa pun yg di temuinya."
     Ledakan dan suara tembakan terdengar di mana2. Teriakan kesakitan dan jeritan orang2 berkumandang. Tangis mendera.
  "Kita akan ke bangker desa. Menyelamatkan diri."
  "Baik! Ayo," sambut Sinatra.
    Mereka pun segera pergi ke bangker desa secara sembunyi2. Zsan dan kedua orang tuanya berhasil masuk dalam. Di saat Dazta dan pamannya akan masuk, tiba2 bangker tersebut meledak. Sinatra terlempar menabrak gerobak. Dazta berhasil tiarap, tubuhnya pun terselimut debu tanah. Dazta pingsan.

    Pagi tela menjelang. Desa Manimo tela pora-poranda. Mayat2 bergelempangan. Dari pembicaraan penduduk yg berhasil selamat. Anak2 seusianya. Tela di tangkap Zargoz, salah satunya Ginta. Sedangkan Karin, ia selamat. Sekarang Karin tela di bawah kakeknya keutara, ke kota Valast.
  
    Dazta terisak menangis. "Zsan..., suatu saat aku akan membalas kematian mu!" Pamannya pun mengelus kepala Dazta.
  "Ginta! Tunggulah, aku akan menyelamatkan mu. Berdua, kita akan hancurkan mereka semua yg tela memisakan persahabatan kita."
   Dazta terduduk lesuh. Ia tidak lagi menangis, tangannya menggenggam erat kristal itu, kenangan trakir dari Zsan. Ardez, ia tidak di ketahui keberaananya. Ia menjadi korban atau di culik bersama Ginta.
 
T
 
 

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More