Jumat, 25 Mei 2012

Penyelamatan Wati

    Ke semuanya pun kembali ke rumah Zerry. Di rumah itu, Nima cemas dengan keselamatan sahabatnya.
     Ia mondar mandir tak karuan. "Wati gimana?"
  "Tenanglah! Wati pasti baik2. Ia tak akan apa2?!" Zerry sebenarnya kwatir juga sama seperti Nima. Tapi Zerry mencoba percaya pada Wati.
  "Tadi kalian lihatkan! Orang itu bisa menghilang. Walau pun Wati tadi bisa mengalakan monster itu. Maksutku Igih. Tapi kalau berhadapan dengan orang yg bisa ngilang. Bagai mana ngatasinya!" Mona menambakan.
  "Biarkan saja dia. Wati tak akan mati!" ujar Rista yg baru dari dapur bawah segelas air.
  "Hai cewek gila? Apa kau itu nggak bisa dikit prihatin kenapa si," Nima agak emosi.
  "Bukannya kau itu temannya?"
  "Apa maksudmu? Ha..."
  "Apa kau tau tentang Wati!"
  "Wati?" Zerry memotong pembicaraan.
  "Permisi!" Sinta datang dan masuk. Zerry pun mempersilakan Sinta duduk.
  "Igih suda di amankan. Dia akan baik2 saja di sana!"
  "Rista yg tadi itu?" lanjut Zerry.
  "Sudalah, nanti kalian akan tau!"
  "??!..." Zerry tak mengerti.
  "Yang perlu kalian ketahui, Wati di bawah kemana oleh kakek tua itu!"
  "Aku tidak tau apa yg terjadi. Tapi sebagai teman. Kita memang harus secepetnya menolongnya," ujar Seno yg baru duduk.
  "Sinta! apa kau tau siapa orang itu. Apa ini ada hubungannya dengan perubahan Igih jadi monster?"
  "Aku tidak tau? Tapi dari seminggu ini bertugas. Jelas Igih itu tela terpapar radiasi gerbang siluman!"
  "Lalu gimana kita bisa menyelamatkan Wati?" lanjut Nima.
  "Gunakan Gprs sg! Sapa tau berhasil," ujar Adon, ia di belakang sofa yg di duduki Seno.
  "Iya benar! E dari mana kau tau Gprs sg?" sahut Sinta.
  "Apa itu Gprs sg?"
  "Itu adalah alat sistem komunikasi yg di gunakan markas PPKN untuk mengetahui seluru keberadaan para anggota PPKN dengan sistem elektronik."
  "Caranya gimana?" Nima semangat.
  "Apa Wati bawah hp atau benda elektronik lainya?" Sinta merasa, Wati harus segera ke markas pusat.
  "Ia tidak punya hp. Dan kurasa ia juga tak punya yg lain?" jawab Nima.
  "Ini sulit. Kita benar2 tidak tau di mana dia!" Zerry mulai panik.
      Semua terdiam tidak tau harus ngapain. Nima pun menghubungi kakaknya. Siapa tau ia bisa bantu.
  "Permisi!" sebuah teriakan tiba2 bergema dari luar. Nima pun keluar membuka pintu.
  "Kakak. Kenapa nggak masuk saja si!"
      Areon senyum, ia pun masuk ke dalam. "Ada yg bisa ku bantu?"
  "Wati di culik oleh orang yg bisa menghilang. Selain kau! Apa ada orang lain yg bisa," tanya Zerry.
  "Hem?" Rista tak mengerti.
  "Hei! Aku sejak kecil uda begini. Kalau ada orang lain yg bisa melakukan itu. Aku tak tau?"
  "Kak Areon. Bantulah. Mungkin saat ini hanya kakaklah yg bisa menemukan di mana Wati di culik," Nima agak merengek.
     Areon berpikir sebentar. "Ia aku ingat!"
  "Apa! Apa itu kak."
  "Permisi!" Areon pun mengankat tangan kananya sebatas telinga. Areon pun mengilang di depan mata.
     Seno, Mona dan Rista tersentak kaget. Bahkan Rista langsung menyembur Zerry yg ada di depannya. Zerry spontan langsung nyingkur menyelamatkan diri.


   "Sorry! Itu," Rista menunjuk kursi yg di duduki Areon.
     Lima belas menit kemudian. Areon pun muncul kembali dengan Nelly di sampingnya. "Di mana ini?"
  "Nelly! Mau apa kau membawahnya ke sini!" Rista berdiri mukanya agak seram.
  "Kak Areon, apa dia bisa bantu mencari keberadaan Wati!"
  "Wati. Emangnya Wati kenapa?"
  "Wati hilang? Ia di culik," ujar Nima.
  "Di culik!"
  "Saatnya beraksi," Areon pun berakting seperti pahlawan bertopeng dalam serial kartun film anak2 Sinchan.
  "Suda lapor polisi?" Semua terdiam tak ada yg komentar. Tak ada yg kepikiran akan hal itu.
  "Berapa lama Wati di culik," tanya Nelly lanjut.
  "Suda sekitar satu jam!" tamba Sinta.
  "Satu jam."
  "Nelly! Nelly, ayo semangat, semangat?"
  "Nelly fanatik," Nima pun duduk.
  "Aku juga suda siap!"
     Nelly pun mengeluarkan bola mata merah. Bola itu pun di tarunya di atas meja. Nelly kemudian mengangkat kedua tangannya dan berdoa.
  "Amin!" bola itu pun mulai bercahaya. Cahayanya lalu membentuk seperti hologram. Penampakan Wati pun terlihat. Ia di ikat di suatu tempat di sebuah puri di tengah2 danau.
     Rista terbengong, Nima tak bisa berkata apa2. Mona, Seno tak berekpresi. Zerry terdiam. Sinta takjub dan senang.
  "Oke siap! Aku akan membawah Wati kembali kesini!" ujar Areon.
  "E tunggu! Aku ikut," Zerry pun memegang pundak Areon dan ke duanya pun menghilang.
     Suasana ruang penyekapan remang2.
  "Dimana ini."
  "Em!" terdengar suara orang di bungkam.
  "Wati!" Areon menunjuk Wati, Zerry pun mendekat.
      Tiba2 lampu nyala. 3 orang penjaga muncul di depan pintu. Penjaga itu pun langsung mempersiapkan senjata. Areon meloncat dan memegang salah seorangnya. Areon dan penjaga itu kemudian menghilang bersama. Zerry lalu mengeluarkan hantaman angin miliknya secara spontan dan ke dua penjaga itu pun terpental menabrak dinding.
  "Wati kau tak apa2," ujarnya sambil melepaskan ikatan yg mengikat tangan Wati.
  "Terima kasih ya!" ucapnya Wati setela melepas plester yg menempel bibirnya.
     Tiba2 seorang di antaranya berdiri dan langsung membrondong Zerry dan Wati. Zerry secepat mungkin sembunyi di balik meja. Wati pun di tembak habis2an. Zerry bangkit dan langsung menghantam penjaga itu sekali lagi.
  "Wati!" Zerry panik.
  "Auw sakit...!" rintinya.
     Wati bersimba dara, ia tertembak di hampir semua bagian tubuhnya terutama di bagian terlarang.
Sesaat kemudian. Zerry panik. Peluru itu pun keluar sendiri dan Wati sembu dengan sendirinya. Zerry takjub. Ku rasa ini yg di maksut Rista itu.
    Tak lama kemudian. Areon kembali. Ia hadir dalam keadaan basa kuyuk.
  "Kau bawah kemana dia?"
  "Empang di papua, sudalah ayo pulang!" tampa menunggu ikatan di kaki Wati terlepas. Areon langsung memegang ke duanya dan di bawah pulang kerumah.
  "Kok di sini?"
  "Kalau mau kembali Bali! Entar. Mandi dulu!" Areon pun masuk ke dalam.
  "Bisa lepaskan ikatannya."
      Zerry senang dan ia pun melepaskan tali yg masih mengikat kaki Wati. Meja penyekapan Wati juga ikut terbawa.

end

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More