Senin, 13 Agustus 2012

Pencarian Hamdan



      Kilat menyambar2 di atas reruntuhan kota Machu. Kota yg tela hancur puluhan tahun silam. Cuaca mendung, siang ini gelap sekali, hujan pun mulai menetes dari langit. Di antara reruntuhan bangunan balai kota. Dua orang itu, sedang mencari sesuatu di tempat reruntuan tersebut.
       Kilat masih terus menyambar. Orang itu bernama Hamdan, ia di kenal sebagai seorang kesatria tak bermonster. Dalam setiap pertempuran, ia hanya mengunakan kemampuanya sendiri. Memakai pedang, beladiri dan tenaga dalam yg hampir tidak di miliki para kesatria sekarang. Yg satunya lagi, Ami, seorang cewek cantik berambut panjang. Yg ingin mengikuti Hamdan kemana pun perginya.
Para kesatria saat ini. Semua menggunakan monster sebagai alat pertempuran. sebagian melatih para monsternya agar lebih kuat dan sebagian menambahkan persenjataan supaya lebih kuat. Bagi Hamdan, monster adalah mahkluk yg berhak menentukan hidup dan pilihannya sendiri. Tak perlu di paksa untuk bertarung demi kepentingan manusia.
      Di reruntuhan itu. Hamdan sedang mencari pedang Balistik, pedang yg konon mampuh memotong berlian. Di kota ini terakir di ketahui keberadaan pedang tersebut. Dan balai kota adalah tempat terpenting di kota. Mungkin di tempat inilah pedang tersebut berada.
  "Kak Hamdan! Di sini...," triak Ami, ia sepertinya menemukan sesuatu.
  "He?" Hamdan pun segera ke tempatnya Ami.
  "Kak, lihatlah! Itu seperti simbol kekuatan dari Hiroglip kakusta?" Ami menunjuk ke sebuah batu berbentuk segitiga di antara reruntuhan patung2 dewa.
  "Iya! Itu memang simbolnya," Hamdan segera menghampiri batu itu dan memandangi aksara yg tertera di atas batu tersebut. Hamdan pun lalu berdiri di atasnya dan memeriksanya lebih dekat. Mungkin di batu tersebut terdapat petunjuk di mana pedang Balistik itu berada. Ami pun ikut berdiri di atas batu itu.
       Di salah satu ujung batu segitiga itu. Ada Sebuah batu kristal bulat merah. Hamdan pun memeriksa kristal itu dan menyentunya. Asap jingga pun keluar dari bawah batu tersebut. Asap itu pun mengerubungi batu itu, Hamdan dan Ami.
     Sebuah dunia hampa. Hamdan dan Ami melayang seperti terbang.
  "Kak? Di mana ini," tanya Ami.
     Hamdan tak menjawab, ia juga tak tau ini tempat apa?
     Sebuah cahaya putih menyilaukan nampak di depan Hamdan dan Ami. Dari cahaya itu muncullah sesosok mahkluk seperti monster. Bentuknya mirip seperti phoenix, bersayap biru api dengan tiga helai ekor yg mirip pedang baja.
  "Siapa kalian, kenapa membangunkan tidurku!"
  "Maaf! Aku Hamdan dan ini Ami. Kami sedang mencari pedang Balistik?"
  "Untuk apa kalian mencari pedang itu," monster itu bertanya.
  "Ada seseorang yg ingin ku tolong dan hanya pedang itu yg bisa melakukannya!" lanjut Hamdan.
  "Pedang yg kau cari itu tidak ada di sini. Pedang itu berada di puncak terang!"
  "Kak akhirnya kita menemukan petunjuk," Ami senang sekali.
  "Puncak terang di mana tempat itu!"
  "Aku tak tau! Dan itu bukanlah urusan ku."
  "Maaf kalau kami menggangu, tapi siapa kau sebenarnya!"
  "Aku Airoenix dari bangsa monster elemen yg di jadikan percobaan oleh pendeta Ahadar."
  "Pendeta Ahadar? Iya! Dia orang pertama yg membuat prokustick. Sebuah alat yg di gunakan untuk menangkap monster dan mengurungnya di dalam alat tersebut. Selanjutnya monster tersebut akan bisa di kendalikan dan di jadikan senjata pertempuran," Hamdan mengoreksi pengetauannya.
  "Dan perlu kalian ketahui, setela kalian memasuki dunia hampa ini. Kalian tak akan bisa keluar selamanya.   Sebelumnya ada sekelompok orang seperti kalian yg terjebak masuk ke dalam dunia hampa ini. Dan mereka semuanya meninggal oleh usia tua."
  "Kak gimana ini? Kita tak mungkin selamanya di sini. Bagai dengan Desa Haeven, paman Bonih!"
  "Maaf! Aku tak dapat membantu kalian. Begini saja. Sebaiknya kalian mampir ke rumah ku," Airoenix pun beruba menjadi sesosok manusia tua berjanggut putih.
         Pak tua itu pun menghilang bersama dengan Hamdan dan Ami. Ke sebuah rumah sederhana di daratan subur, di sebuah pulau yg terlihat indah.
       Di depan rumahnya itu, terlihat monster berkeliaran di sekitar rumahnya.
  "Mereka semua juga monster yg di jadikan percobaan pendeta itu."
  "Tempat ini indah sekali kak. Ini surganya monster. Lebih baik dari pada di luar sana," Ami merasa senang.
  "Benar!"
  "Saat pertama datang kesini. Tempat ini sangat mengerikan. Berbeda dengan sekarang!"
  "Kakek...," Seorang gadis remaja datang menghampiri kakek Airoenix.
  "Suda sana. Ajak Broili ke gerbang timur. Ini! Kakek sedang ada tamu," Airoenix pun memberi bungkusan pada gadis seusia Ami itu.
  "Kakek ketiduran lagi ya," tuduhnya.
  "Suda sana pergilah."
  "Da kakek!" ucapnya dengan riang.
      Sesaat kemudian. "Apakah dia?" tanya Hamdan.
  "Dia cucu dari ketua kelompok yg kuceritakan tadi. Dia manusia sama seperti kalian. Namanya Fully!"
       Hamdan pun tersenyum, Ami agak cemberut.
  "Aku senang kalian datang. Sekarang, ia bisa memiliki teman sesama manusia."
  "Ada satu pertanyaan yg mengganjal di pikiran ku."
  "Katakanlah!" sambut kakek Airoenix.
  "Anda adalah seekor monster. Bisa beruba menjadi manusia. Dan bisa bicara?"
  "Aku tidak tau. Usia monster di dunia manusia. Sama dengan manusia. Tapi di sini usia monster bisa jau lebih lama dan usia manusia tak bisa beruba. Mungki karna suda terlalu lama aku tinggal di dunia ini, aku jadi bisa melakukan semua ini, selain aku. Di tempat ini. Ada tujuh moster yg bisa dan seperti aku."
  "Tapi gimana kak. Kita tak mungkin selamanya di tempat ini," Ami berujar.
        Hamdan diam, kakek itu juga tak tau solusinya.
  "Wao wawawa geg...," seekor monser kecil mirip seperti kelinci bersayap elang. Memberitau sesuatu pada kakek. Airoenik pun terkejut.
  "Kakek ada apa?" tanya Ami.
  "Fully!"
  "Kami ikut kek," lanjut Hamdan.
     Kakek itu pun beruba menjadi monster. Kakek itu lalu mengeluarkan gelembung udara sekepal tangan dari parunya.
  "Hisaplah, kalian akan dapat terbang, setela itu ikuti aku," Kakek itu pun melesat menuju ketempat Fully.
Hamdan dan Ami pun terbang melayang di udara dan mengikuti kakek Airoenix ke tujuan.

 cont........

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More