Senin, 13 Agustus 2012

Abad millenium



      Selesai dari kerja lembur semalem itu. Pagi ini Rado kecapean. Karna ini hari minggu, Rado pun meneruskan molornya.     Jam tujuh creng. Sepasang jam weker itu, berkelahi ribut sesukanya. Dengan mata agak sepet, Rado terpaksa harus bangun. Perut pun ikut2an berdendang ria.
  "Ngapain si kalian ini, ribut amat?" ujar Rado sesukanya pada si perut lapar dan dua cecunguk weker itu.
  "Iya....t!" Rado menekuk2 badannya. Saat kedua tangan di bawah pantat.  "Enak ni baunya!"
     Mata masih sepet. Rado pun segera turun dari ranjangnya. Ia dengan tubuh sempoyongan berjalan menuju bau itu. Dua cecunguk itu di biarkan saja ribut, tak di gubris.
 
      Di depan pintu.
  Praaak! Jidat Rado menghantam pintu yg belum di bukanya. "Aw....!" Rado merintih terduduk. "Sial?"
Sesaat kemudian Rado kembali berdiri. Ia suda agak lebih segar setela berolahraga Jidat barusan. Pintu pun di bukanya. Bau itu semakin tajam tercium.
     Di dapur, sarapan pagi suda tersedia. Rado dengan cekatan, langsung menggagai kursi.
  "Hem!" sambil mencium aroma hidangan. "Ini pasti buatan Rani. Mumpung orangnya nggak ada, hajar saja, asyik!" Rado bersiap, nasi goreng spesial gratis itu pun di lahapnya. Rado berdendang mengikuti alunan jam weker dari kamarnya.
  "Nyam!" Setenga piring suda habis. Rado tiba2 lenyap seketika. Sendok yg di pegangnya itupun terjatu ke lantai dan berbunyi.
       Sebuah mobil taksi melaju kencang di jalanan tol. Rado kebingungan menengok kanan kiri.
  "Di mana ini?" Rado melihat tangannya tak bawah sendok dan garpu.
       Rado kemudian memandang ke depan. Seorang cewek cantik sedang menyetir taksi tersebut. Rado pun lalu mendulit si sopir cantik itu. Cewek itu pun menengok ke belakang.
  "Rani? Ngapain kau ini!" Rado heran, pasalnya Rani sepupunya itu orangnya tak suka berdandan. Tapi ini, ia  seperti primadona kuntilanak. Cantiknya nggak ketulungan.
        Rani hanya tersenyum manis memandang Rado. Setela kembali menengok ke depan. Taksi tiba2 berhenti mendadak. Rado pun terlempar ke depan, nyungsep di sela2 jok di samping Rani.
          Kepala benjol. Dengan badan agak meriang. Rado pun tergopo2 keluar dari taksinya Rani itu.
  "Rani! Apa2an si. Sakit tau!"
        Dari dalam taksi itu. Secarik kertas yg di gulung, pun di lempar ke muka Rado. Rado lalu memungutnya dan membacanya.
 
  -'Rasain loh, sebagai ganti yg kau makan'-
 
  "Sial?" Rado masih terus mengelus2 kepalanya. Rado pun terduduk di jalan tol itu.
          Di belakangnya. Tiba2 sebuah bis pariwisata muncul. Rado pun lenyap seketika di saat pas Bis itu akan menyeruduknya.
        Sebuah hutan dengan pepohonan yg terlihat suda mengering. Di ujung hutan itu, Rado memandang ke langit. Cuaca terlihat mendung, angin dingin terasa di sekujur tubuh. Rado bingung. Kenapa sekarang, ia ada di pinggir hutan seperti ini. Sebenarnya apa yg sedang terjadi pada dirinya.
     Baru bangun tidur, lalu sarapan. Kemudian suda di taksi. Di bikin benjol lagi oleh Rani. Dan berikutnya, ia di hutan, nyasar!
    Di ujung hutan itu. Rado memandang di sepenjuru mata angin.
  "Di mana ini, tempat apa ini?" ia kebingungan. Kepala yg tak gatal itu pun di jadikan sasaran. Hutan tanpa daun itu di koyak2nya dengan lima ujung jari tangan kirinya.
        Hujan menetes dari langit. Rado pun menguba posisi jarinya menjadi payung. Mata Rado melirik sebuah rumah gubuk di ujung kanannya, di tepian sungai dekat hutan.
           Dengan seratus satu langka larian. Rado pun sampai di tempat. Bajunya pun di usap2nya sebentar, ia merasa sesuatu keganjilan. Tangan kanan pun di sodorkan di bawah hujan. Hujan yg tertetes itu pun tertangkap tangan. Tersangka itu di tarik dan lalu di sidaknya.
  "Perak? Ini merkuri!" Rado tambah bingung. Pintu gubuk itu pun di ketuknya.
        Seorang nenek tua keluar dari gubuk itu dan menyusunya masuk. Rado terperanjat memandanginya dengan tatapan keganjilan.
      Body nenek itu masih terlihat seksi. Tonjolan dua gunungnya, sebesar gunung himalaya. Terbesar dari yg selama ini perna di lihatnya. Bajunya minim dan semelo hai banget. Sayangnya kulitnya semua uda keriput.    Kecuali! Dua gunungnya yg masih segar seperti baru habis di pompa super viagra.
        Rado pun masuk dengan semangat 45 sekaligus nyengir. Mana kalah lihat senyuman muka si nenek. Hi... banget?
        Langka pertamanya dari pintu pun di mulai. Rado tersihir, badannya membeku. Mata Rado terkunang2, ia pun terjatu pingsan.
         Cahaya langit menyilaukan mata. Rado terguga. Matanya nanar tertimpa silauan matahari. Rado bangun dari pembaringannya, mentari itu suda condong di ujung tombak sore.
  "Lagi, lagi! Apa yg terjadi. Ini dunia apa...." Rado berteriak sekencangnya.
         Lantai yg di tiduri Rado mulai retak. Dan tertarik ke bawah. Rado dengan awang2nya turun melesat.  Gelembung bayangan masa lalunya terlintas semua di depan mata. Kepala berada di bawah. Rado menyaksikan tubuhnya sedang bergumal dengan bantal guling, nyenyak sekali?
   "Itu?"
     Sosok Rani muncul di depannya. Muka Rado pun, tanpa basa basi di tonjok Rani dengan bokam kas cewek.
     Rado seketika terguga bangun dari tidurnya. Pantatnya sendiri pun di cubit. Rasa sakit pun menjalar di kepalanya.
  "Aw, ini nggak mimpi. Tadi itu bertanda apa?" Rado pun mengelus matanya dan terasa sakit. Matanya suda lebam.
  "Aaaaaw!"
        kekeliruan, kebimbangan, ketakutan. Sedih. Hampa dan berasa, susah. Lemas, berdiri dan bisanya mati sendiri. Terakir, ndak lucu???
 

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More