Sabtu, 30 Juni 2012

Identitas pelayan vol 3

    Alunan musik dari band ternama ibukota mengalun ceria. Para anak2 muda itu berjingkrak2 mengikuti lantunan musik.
    Obrolan sesama pegawai berkumandang di tengah2 pesta. Para pelayan terlihat hilir mudik mempersiapkan kemeriahan pesta.
Tetap di sudut taman itu. Rian memang tak begitu mengerti tentang undangan khusus tersebut. Di pesta itu Rian sedikit merasa heran aja dengan seorang pemuda yg di kenalnya bernama Otpic itu. "Apa dia juga dapat undangan khusus?"
  "Rian! Kenapa bengong," tanya Marys.
    Bersamaan itu seorang dengan penampilan berwibawah. Mampir mendekat.
  "Bagai mana pestanya," tanya Tuan Handoyo.
  "Pestanya hebat om, pak, e tuan..." sahut Otpic.
  "Panggil saja aku Om, kesannya kan lebih enak."
  "Siap om!" jawab spontan Rian.
  "Kamu Rian, putranya Abdul hanif kan," tebaknya.
  "Iya om!"
  "Oh ya. Ini, kalian para murid2 smu Imfrestkan."
  "Betul om," lantang Otpic.
  "Maaf om. Boleh ku tanya," ucap Rian.
  "Silakan!"
  "Ini mengenai undangan khusus itu. Apa benar om yg mengundang teman2 saya ini?"
     Tuan Handoyo menganguk. "Sebenarnya putri kulah yg meminta kalian untuk di undang. Dan juga beberapa teman sekelasnya."
  "Sekelas? Apa maksut om," potong Digki.
 
  "Ya teman sekelasnya, kelas satu! Smu Imfrest."
 
... 
    Tuan Handoyo memang pemilik sekolah smu Imfrest itu. Tapi, ia sama sekali tak ikut campur pada proses belajar mengajar di sekolah. Ia hanya membiayai proses jalannya sekolah. Dan Tuan Handoyo memang tak tau kabar dan isu yg beredar di sekolah akhir2 ini...
  "Putri om yg mana?" Marys tidak mengerti.
  "Siapa namanya om," lanjut Digki.
  "Namanya Anisa putri dewi. Kalian teman2nyakan?"
  "Aku teman sekelasnya om. Kalau mereka2 ini, kakak kelas kami!" tegasnya.
  "Oh begitu, Nisa kemana ya ada temannya datang kok nggak di sambut. Sebentar ya," Tuan Handoyo pun pergi dari kerumunan beberapa anak2 kelas dua ini.
    Keheningan melanda di antara meriahnya pesta.
  "Anisa putri dewi. Yg di kenal sebagai si pelayan oleh kita2, teman2 sekolahnya. Ternyata adalah seorang cinderlela yg datang dari istana kerajaan," Otpic mendongeng. "Cinderlela bukannya cewek miskin dan lalu di pinang jadi putri. Lalu bedanya dengan Anisa apa?" Otpic bingung sendiri.
  "Diam!" bentak Digki.
    Pesta tetap berlanjut. Setela segelumit tau siapa Anisa. Marys dan Pricilla tak banyak omong di depan Anisa. Begitu juga dengan Digki dan beberapa teman yg mendengarkan percakapan barusan. Rian juga nggak bisa berkata apa2 pada Anisa.
   Hanya Otpic yg masih bersikap wajar saat berhadapan dengan Anisa. Sama saat ia waktu belum tau siapa Anisa.

    Ke esokkan harinya. Suasana di sekolah sunggu berbeda. Biasanya setiap, ia masuk sekolah. Celotean pelayan akan terdengar di kanan kirihnya.
   Tapi sekarang. Tak ada suara sama sekali, sunyi!.
   Di lorong kelas itu, Santi menghampiri Anisa yg sedang berjalan santai, seperti biasa.
  "Kok sepi, kemana semua orang?"
  "Sepertinya mereka semua suda tau siapa kamu, Nis!"
  "Aku? Si pelayan."
  Santi menghela nafasnya. "Jangan belagak tulalit de."
  "Apanya?"
  "Anak bos...!" tegas Santi.
  "Ow..." Anisa mengerti. "Dari mana mereka semua tau? Kau ya!" tuduh Anisa.
  "Enak aja! Maunya si. Tapi sepertinya berita ini dari pesta semalem di rumahmu itu, Nis!" selidik Santi.
    Anisa mengganguk paham. "Ini, pasti papi yg ngomong pada mereka semalem. Pantas saja, saat aku kenbali dari ambil limun jus. Marys diam, Pricilla juga!"
  "Marys," Santi senang.
  "Iya Marys, semalam setela ku tinggal. Ku lihat papi datang mendekat. Setelanya ya gitu. Diam!"
  "Ye...! Bukannya kau mau seperti itu, mereka semua tau siapa kamu," seru Santi.
  "Iya si. Tapi, kenapa sekarang. Coba taunya semalem, pastikan lebih seru, sekarang ya biasa aja," Nisa cemberut.
  "Ya suda, ayo!" Santi pun lalu menggandeng Anisa.
  "Eit," Anisa sigap bergaya. "Siapa kamu. Berani2nya nyentu anak bos!"
  "Sebel. Ya suda da..."
  "Ikut..." Anisa pun menyusulnya dan lalu menjejeri Santi.
    Perjalanan kekelas mulus2 saja. Perjalanan berlanjut menuju kantin. Celotean yg selama ini terdengar berkoar2. Semua terlihat lesuh dan tertunduk. Anisa jadi agak tak bersemangat dengan semua hal ini.
  "Stop," Otpic berlagak. Di saat Santi hampir mau duduk di kursi kantin.
  "CC, apa?" bentak Santi balik.
  "Hu, galak amat. Cepat tua loh..."
  "Apa kau bilang!" Santi kesulut.
     Anisa meringis melihat pemandangan itu. "Suda2. E pic, ada apa?"
  "Sebentar lagi. Bell masuk dan aku akan ketemu dengan seseorang di sini. Bisakah kalian pergi."
  "Dengan siapa," sahut Anisa penasaran.
  "Tolonglah. Pergilah, cepat. Biar aku aja yg jadi endingnya dari cerpen Identitas pelayan ini ya," pintanya.
  "Enak aja, nggak seru tau," Santi mengangkat kepalan tangannya ke depan muka Otpic.

      "Plis!"
   "Ya suda. San ayo."
  "Enak di dia, enak aja! Ceritanya kan masih panjang. Tentang kakaknya  Anisa yg tampan itu belum..."
  "Sudalah!" Anisa pun menarik tangan  Santi dan lalu pergi dari kantin ini.

  Di meja kantin itu. Otpic membuka2 sebuah dokumen di hadapannya.
  "Wati nurfaidah, pemeran utama. Wasiat, warisan dan kesaktian! Menarik juga. Tapi kok lama ya, iya datang?" Otpic melihat ke kanan kirih yg di maksut belum juga terlihat.
  "Hoe. Cepatlah..., sebentar lagi akan di tutup," sebuah suara serak keras mengalun di telinga Otpic.
  "Wat..." teriakannya bikin seluru cewek2 di sekolah ini berdiri rambutnya di semua bagian.
 

Fee
 

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More