Rabu, 06 Juni 2012

Hantu lagi sekolah




     Pagi itu seperti biasa. Hadi berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepedanya. Di jalan Hadi bergegas, ia bangun telat, kesiangan. Hari ini akan ada ulangan matimatika dari pak Jiman. Guru kiler di sekolah.
Sampai di dekat tikungan. Hadi pun menambah kecepatan sepedanya.
  "Gawat! Bentar lagi uda jam tujuh. Jangan sampai terlambat. Bencana, kalau sampai telat di mata pelajaran pak Jiman!" ujarnya setela melihat jam di tangannya.
     Di depan sana. Sebuah mobil truk terlihat melintas dengan kecepatan tinggi. Hadi yg seketika menyadari ada mobil di depannya itu. Langsung membanting setir sepedanya kekirih. Benturan pun tak terelakkan terjadi. Hadi terserempet, ia terpental jatuh di semak2 sejarak bermeter dari tempat tabrakan.
  "Aow, sakit...," rintinya sesaat. Hadi pun lalu bangun dari tempatnya nyungsep. Hadi kemudian kembali melihat jam di tangannya.
  "Gawat! Telat," Hadi segera mengangkat sepedanya yg juga terlempar dan jatu di dekatnya. Dan dengan terburu2, ia pun secepatnya mancal sepedanya itu ke sekolah.
     Di sekolah, suda jam 7 pas. Pintu gerbang belum tertutup. Hadi langsung saja nyelonong masuk dan menuju keparkiran. Sampai di parkiran sepeda. Hadi baru bisa bernafas lega.
    Bell penanda masuk belum belum terdengar. Para siswa masih banyak terlihat berkeliaran.
  "Hei, Tok," sapanya pada teman sebangkunya itu.
     Antok pun mendekat. "Had! Kau kotor sekali, habis gulat dari mana?"
  "Gulat! Gulat dengan embamu?"
  "Sorry bro!" ucapnya meringis.
  "Ini suda jam tujuhkan?"
  "Para guru2 sepertinya ada urusan mendadak. Jadi jam pelajarannya, sepertinya akan mundur."
  "Mundur? Memang ada sejarahnya gitu?" Hadi heran aja. "Tapi, sukurlah. Nyesal aku terburu2. Sampai jadi begini," Hadi pun lalu membersikan bajunya yg agak kotor itu.
  "Sebenarnya kau baru ngapain!"
  "Saat berangkat tadi. Hampir saja aku mati, keserempet truk. Sampai di sekolah, e... cuma begini, kupikir telat!" Hadi pun bernafas, tapi, ia merasa tak merasakan hawa nafasnya. Hadi terdiam sesaat dan memyentuh hidungnya. Mukanya baik2 saja tak ada apa2.
 
     Antok pun kemudian mendorong Hadi berjalan kekantin. Sampai di kantin. Ke duanya duduk di sudut kantin. Bersandar santai.
  "Hai Memy," sapa Antok pada cewek barusan lewat itu.
    Memy pun berhenti. Ia kemudian memandang Hadi. Ia lalu mengeluarkan sebuah bandul dari sakunya. Memy pun menggoyang2kan bandul tersebut di depan muka Hadi.
  "Percuma tak akan mampan," sahut Hadi sinis.
  "Kau bukanlah lagi manusia? Istirahatlah dengan tenang," ujarnya dengan nada dingin. Memy kemudian berlalu saja dari depan Hadi.
  "Dasar cewek gila!" balas Hadi sambil bersandar santai.
  "Hi..., kau itu siapa," ucap Antok dengan gaya mengidik.
  "Hantu. Hi hi hi..." Hadi tertawa menyeramkan. "Suda jangan ikut2 gila," selaknya.
  "Hai bro..." sapa Sarno dari sampingnya Hadi.
  "Sar, gimana?" tanya Antok.
  "Gimana apanya?" Hadi menyela.
  "Acara fromnite!"
  "Fromnite. Bukannya itu untuk anak klas tiga saja. Kalian mau ngapain?" Hadi ingin tau.
  "Belajar dari anak kelas tigalah! Sebentar lagikan giliran kita!" jawab Sarno dengan fesion menyenangkannya.
  "Fromnite? Apanya yg bisa di pelajari?" Hadi menggaruk kepalanya tak faham.
  "Berakit rakit ke hulu. Berenang renang berikutnya. Kita curi ilmunya dulu. Setela itu tinggal memacarin ceweknya," kata Sarno seenaknya.
  "Nggak nyambung," Hadi pun menggeleng2kan kepalanya.
   "Hadi! Kau ikut nggak, lusa!"
  "Nggak?" Hadi mempertegas diri.
  "Tok, itu!" Sarno menunjuk ke arah seorang wanita.
 
     Antok pun menengok. "Rudya!" Antok segera berdiri, ia pun melangkai Hadi dan akan kabur dari kantin ini.
  "Ih, minggir sana!" Hadi pun menghalau pantatnya Antok yg hampir mengenai mukanya.
   "He kalian, jangan bilang aku kemana! Awas!"
  "Oke bro," ujar Sarno.
  "E sebentar!" bisiknya. Hadi pun kemudian melihat si cewek gendut tersebut yg sepertinya menuju ke kantin.
  "Apa?" Antok agak penasaran.
  "Rudya...," Hadi pun teriak. Seketika itu Rudya menengok.
  "Oe hanny!"
  "Dasar gila kalian," Antok pun lari kalang kabut dari kantin.
  "Aku nggak ikut2an," sahut Sarno.
 

               Jam 8.
     Hadi seorang diri berjalan di lorong sekolah. Bayangan waktu berangkat sekolah tadi, terlintas di kepalanya. Begitu juga dengan yg di katakan Memy. Hadi merasa ada yg aneh pada dirinya, tapi ia tak merasa ada apa2.
    Bell masuk pun berkumandang. Seluru siswa segera kelasnya masing2.
    Di kelas dua itu. Di tempat duduknya Hadi. Ia duduk murung dan menunduk lesuh sendirian, Antok teman sebangkunya nggak tau kemana dia. Bu Nasi'a pun muncul dari balik pintu.
  "Selamat pagi anak2. Suda masuk semua," salamnya.
  "Suda bu...," jawab beberapa siswa.
  "Bu Nasi'a! Pak Jiman mana?" tanya Santi cewek paling imud di kelas.
  "Beliau dan beberapa guru lainnya. Ada urusan penting, ia nggak bisa mengajar hari ini."
  "Ye.....a!" sorak sorai beberapa siswa.
  "Suda2 diam...," printah Bu Nasi'a. "Suda kita ulangan saja!"
  "Ya...," Sarno lemes. Barusan lolos dari pak Jiman, sekarang ada ulangan dadakan.
      Brug! Antok datang dengan nafas memburu, ia menabrak pintu. "Maaf Bu, telat. Ada kuntilanak?"
  "Hanny...!" Rudya juga muncul dengan genitnya.
  "Kalian, cepat duduk!" tegas Bu Nasi'a.
  "E ibu, maaf," Rudya kalem.
     Anton dan Rudya pun kembali ketempat duduknya masing2.
  "Sarno, hapus papannya."
  "Siap bu!" ucapnya datar. Sarno pun maju ke depan.
      Bersamaan itu. Pak Dartom si kepsek datang bersama seorang bapak2. Pintu pun di ketuk.
  "Permisi."
  "Iya pak, ada apa ya."
  "Saya utusan dari bapak Wiyanto. Orang tua dari murid ibu bernama Hadi sutain. Sekedar memberi kabar. Hadi sewaktu berangkat tadi, tela mengalami kecelakaan. Ia sekarang di rumah sakit, ia meninggal!" jelas utusan itu.
   "Meninggal, Hadi murid saya cuma ada satu pak? Hadi yg mana ya?"
      Bapak itu bingung di bilangin begitu. Pak kepsek pun pastikan Hadi murid kelas 2a smu ini.
  "Hadi?" Bu Nasi'a pun menunjuk Hadi yg sedang duduk diam di bangkunya.
      Bapak itu pun masuk, ia kemudian melihat Hadi yg duduk di mejanya. Seketika itu bapak tersebut langsung lari ketakutan.

     Beberapa murid pun berdiri melihat adegan itu.
     Memy pun ikut berdiri dan menoleh ke belakang. "Hadi! Kau bukan lagi manusia," ucapnya dengan gaya paranormal sambil menunjuk.
     Hadi pun kemudia mendongak. Kedua matanya suda menghitam dan wajahnya pucat seperti mayat. Antok yg duduk di samping Hadi. Segera berdiri dan terbirip2 ke depan. Hal itu juga di ikuti oleh beberapa siswa lainnya, terutama para cewek2 dan hampir semuanya ikut merangsek kedepan. Hanya ada tiga siswa yg masih di tempat duduknya. Santi,  Memy yg duduk di depannya. Dan Otpic yg cuma bengong di tempat duduknya di belakang kanannya.
      Sesosok berjuba hitam dengan tongkat penjapit kepiting tiba2 muncul di samping kirih Hadi. Sesosok berjuba putih juga ikut muncul di samping kanan Hadi, dengan membawah tongkat kepalan tangan kanan manusia yg menunjuk.
      Kemunculan kedua sosok tersebut membuat seluru siswa yg berdiri di depan kelas, kocar kacir, berhamburan keluar.
  "Hadi! Suda waktunya kau ikut kami."
     Hadi pun menoleh ke kanan kirih. Hadi tak takut, tapi bingung.
  "Suda sana pergi, dan jangan ganggu yg masih hidup! Oke," ujar Otpic sekenanya. "Barusan aku ngomong apa ya?" Otpic bingung.
kedua penampakan yg terlihat jelas di mata manusia itu pun lalu memegang pundak Hadi.
  "Jadi!" ingatan tentang sejam lalu segera terlihat sangat jelas di benak Hadi. Ia terlindas truk, bukan terserempet seperti yg di rasakan tadi.
  "Bila aku punya salah pada kalian. Tolong maafkan aku!"
"Pergilah kau dengan tenang. Aku maafkanmu! Itu untuk semua kata2 kau mengatai aku!" sambung Memy sambil mengankat kedua telapak tangannya dan berdoa.
   Hadi beserta kedua hitam putih itu pun lalu menghilang di dalam kelas itu.
  "Aku memaafkan mu teman. Semoga kau tenang di sana," lanjut dari Otpic yg hanya jadi temannya di sekolah.
  "Selamat jalan sobat!" tamba Antok, ia pun berlinang air mata.
     Suasana duka, di susul isak tangis beberapa siswa mengema. Bu Nasi'a pun membubarkan kelas dan mengajak para murid sekalian untuk ngelayat di kediaman orang tua Hadi.
  "Selamat tinggal wahai kawan. Semoga kau di terima disisinya," Ucap dari hati seluru teman sekelasnya Hadi.
 
T
 

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More