Sabtu, 30 Juni 2012

Identitas pelayan vol 2

   Dari dalam kelas. Rian tiba2 keluar, dan langsung saja menabrak Anisa. Untungnya Anisa dengan sigap, mundur selangka.
  "Ah..." jerit Santi.
  "Maaf!" ucapnya spontan.
  "Kalau jalan lihat2 dong," Santi yg imut2 itu sewot, tela di bikin kaget oleh Rian.
Digki pun juga ikut keluar dari dalam kelas itu dan langsung mendekap Rian. "Hai para cewek!" serunya.
  "Minggir sana," tepisnya.
Tampa basa basi, Santi pun mengandeng Anisa pergi dari hadapan dua cowok tersebut. Rian tersenyum senang, memandang kepergiannya Anisa.
  "Sudalah, ayo!" ajak Digki.

Pulang sekolah. Anisa pun naik jemputan rakyat jelata. Sedangkan Santi, ia masih tinggal di sekolah, menunggu seseorang.
   Angkot yg di naiki Anisa itu pun berhenti di sebuah supermarket. Di depan supermarket itu Anisa kemudian turun, ia pun lalu masuk. Di dalam, Anisa berkeliling sebentar dan kemudian masuk ke sentrah penjualan buku.
  "Buku resep masakan seafood. Mana ya," Anisa menunjuk ke beberapa rak buku.
  "Oh si pelayan," sapa Pricilla yg kebetulan di toko itu juga.
  "Hai Pris," sambut Anisa dengan senyuman.
  "Pricilla, ini!" Marys memanggilnya.
  "Hai!"
  "Si pelayan. Mau apa kau di sini," ujar Marys dengan nada mengejek.
  "Mau beli buku."
  "Emangnya kau ada dana gitu," lanjutnya.
     Anisa hanya tersenyum. "Permisi," ia pun berlalu dari hadapan dua cewek tersebut.
  "Jangan coba2 dekati Rian. Awas kau...!" lantang Marys, berkumandang di dalam toko buku itu.
    Di depan supermarket itu. Anisa bertemu dengan Digki dan Sivia berduaan. Sivia pun menyapa Anisa.
  "Hai Nisa, baru belanja apa?" Sivia, sapanya lembut.
  "Baru cari buku resep masakan kak," sambutnya pada kakak kelasnya itu.
  "Wah asyik tu. Bisa masak."
  "Bisa kak?"
  "Wah lain kali ajari aku ya!"
  "Boleh aja kak. Nanti aku akan ke rumah kakak," jawabnya mantab. Padahal, ia sendiri belum mahir memasak.
  "Terima kasih ya."
    Anisa mengenalnya seminggu ini pada waktu keduanya lagi menolong seorang anak yg tersesat di keramaian pasar malam waktu itu. Sejak itu ke duanya akrab berteman. Dan ternyata Sivia adalah salah seorang guru. Di sekolah anak jalanan dekat terminal.
  "Iya kak, aku balik dulu ya," Sivia pun berbalik.
  "E tunggu," cegah Digki.
  "Ada apa kak?"
  "Sebentar...? Mana ya dia...," Rian pun muncul di antara deretan mobil. "Na! itu dia."
  "Hai."

  Tampa menjawab. Anisa hanya terdiam memandang Rian. Di waktu itu juga, Marys tiba2 keluar dari mal tersebut. Marys muncul langsung menyenggol Anisa hingga terjatu. Pricilla juga keluar dari mal tersebut.
Rian pun dengan sigap menolong.
  "Kau tidak apa2kan!" tanyanya.
  "Sorry?" ujarnya Marys.
  "Anis kau tak apa2kan," lanjut Sivia dan lalu memapanya berdiri.
  "Tak apa2 kak. Permisi!" ujarnya.  Anisa pun pergi dari depan mal itu.
  "Suda. Biarkan saja si pelayan itu pergi. Kan masih ada aku?" Marys dengan genitnya lalu memegangi tangan Rian.
    Anisa dengan sedikit tak enak hati pergi dari hadapan para kakak kelasnya itu. Sepertinya Anisa ada rasa pada Rian.
 
   Malam ini akan ada pesta hajatan untuk tiga anak perusahaan cabang yg baru di bangun di indonesia timur.  Dan pengangkatan direktor baru di anak perusahaan cabang tersebut.
    Pesta itu di adakan di kediaman Tuan Handoyo, selaku Direktor utama dan pemilik dari perusahaan Handoyo company. Pesta hajatan itu mengundang seluru pegawai kantor setingkat menejer pemasaran di seluru kantor cabang anak perusahaan, beserta keluarga mereka.

    Malam pesta pun tiba. Halaman kediaman Tuan Handoyo yg sangat luas itu di sulapnya jadi tempat penyelenggaraan pesta. Seluru hidangan suda di siapkan. Para pelayan sibuk mengisi gelas2 air minum.
   Di dalam istana tuan Handoyo, kesibukan juga terjadi.
  "Sayang, sebentar lagi para tamu akan datang," maminya Nisa pun mengetuk pintu kamar putrinya itu.
  "Bentar mi..., lagi sibuk ni," Tak seberapa lama setela itu, Anisa pun keluar dengan busana setelan seragam pelayan.
  "Sepertinya yg melayani kekurangan orang de mi?" kilahnya.
  "Sayang! Kamu ini apa2an si."
  "Da mi...!" Anisa pun pergi ngeluyur tanpa memperdulikan maminya.
     Para pelayan hanya tersenyum geli, memandang anak majikannya itu, dengan tingkanya yg semakin hari nggak bisa di tebak, maunya apa!
  Di luar, di taman.
  "Nisa!" panggil Santi, temanya yg cantik, kecil imud2 itu.
  "Iya," Anisa pun melengos.
  "Nggak lagi de!" Santi mengelu melihat penampilan sahabatnya.
  "Kenapa?"
  "Ya ampun! Nis... Dalam acara sepenting ini, kau masih seperti ini! Apa yg akan di katakan mamimu?" Santi menggelengkan kepalanya.
  "Hi..."
  "Ye, malah ketawa?"
  "Mami si agak sedikit protes tadi. Selama papi nggak ngelarang. Semua beres, mami nggak akan bisa berbuat apa2!" jawabnya.
  "Ya, ya! Secara putri bos besar gitu."
    Keduanya pun kemudian berkeliling di tengah pesta.

    Di sudut taman dekat tempat penyajian. Rian datang menyapa Anisa yg lagi menuangkan air.
   "Hai...!"
  "Iya," responnya.
  "Malam ini kau cantik!" pujinya.
  "Ha...! Kak, nggak salah ni."
  "Emang kenapa?"
  "Aku?"
  "Seorang pelayan kan juga manusia!"
  "Ha ha ha...," Nisa pun tertawa renya.
  "E em," mbak Earsi hanya lewat.

  Anisa berhenti tertawa. Rian tersipu dan menunduk meminta maaf.
  "Hai Rian," Marys muncul tiba2, ia kemudian menjejeri Rian.
  "Permisi," sela Anisa.  "E tunggu. Bisa kau ambilkan limun jus yg ada di meja sana itu," Marys menunjuk tempat dekat pintu masuk.
  "Iya? Permisi," Anisa pun berlalu pergi.
    Tak lama setelanya. Digki dan kedua temannya Seno dan Rovil pun datang.  Beberapa anak kelas satu dan kelas dua juga terlihat berbaur di antara pesta perusahaan ini.
  "Hai," Digki dan Rian pun kemudian bersalaman dengan gaya mereka. Tos genggam tangan dan tendangan kaki kuda.
  "Kalian, bagai mana bisa masuk ke sini?"
  "Ikut Digki!" jawab Seno.
  "Yg ku maksud. Pesta inikan hanya untuk para pegawai perusahan dan keluarganya. Sedangkan kalian?"
"Undangan khusus!"
  "Khusus?"
  "Sudalah jangan di pikirkan. Bukan hanya kita saja yg dapat undangan khusus. Ada beberapa anak kelas satu dan dua juga!" jelas Digki.
"Kita nikmati aja pestanya," tamba Rovil sambil manggut2 mendengarkan musik.
    Rian bisa mengerti. Mungkin teman2 itu dan para cewek2 ini dan juga para anak2 kelas satu dan dua itu memang di undang khusus oleh Tuan Handoyo. Tapi apa alasanya? Bahkan Tuan Handoyo sendiri tak mengenal Digki. Lalu bagai mana dengan anak kelas satu dan dua itu?
Rian berpikir, apa semua ini ada hubungannya dengan Anisa si pelayan.

 
          Continued...

 

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More